Ketika Banyak Hati Terluka oleh Seorang Gus

Thursday, December 05, 2024


Beberapa hari lalu, jagat maya dihebohkan dengan video cuplikan salah satu Tokoh Agama berpengaruh di Tanah Air yang biasa dipanggil "Gus Miftah", dan juga merupakan utusan Presiden. Di video tersebut memperlihatkan adegan yang seolah merendahkan Bapak yang menjual es teh, di tengah Kajian.

Video singkat tersebut menjadi trending di aplikasi X, dan menimbulkan kemarahan publik. Saya termasuk yang kecewa dan sedih saat menontonnya, terlebih saat melihat raut wajah Bapak es teh yang terlihat lelah, harus berdiri diantara keramaian dengan menopang dagangan di atas kepalanya, dan terlihat menghela napas panjang setelah mendengar "candaan" yang mengarah padanya yang kemudian diikuti dengan gelak tawa membahana. Sakit lihatnya.

Saya yang mempunyai Bapak kandung yang usianya kurang lebih sama dengan Bapak es teh, rasanya tidak akan terima jika Bapak saya diperlakukan seperti itu.

Menurut "kacamata" saya..

Sebagai seorang publik figur yang dipercaya menjadi utusan Presiden, Gus Miftah seharusnya membawa misi besar, bukan hanya untuk menjadi representasi pemerintah, tetapi juga sebagai panutan moral dan Agama. Namun, belakangan ini, banyak perkataannya yang justru menuai kontroversi. Mulut yang seharusnya menjadi alat dakwah dan pembawa kebaikan, kerap kali melontarkan candaan yang tak pantas, bahkan terkesan melecehkan.

Saya sebagai warga biasa merasa sangat kecewa. Bukankah seorang utusan Presiden semestinya berhati-hati dengan setiap ucapannya? Publik menaruh ekspektasi besar terhadap seseorang dengan posisi seperti beliau, terutama dalam menjaga etika komunikasi di ruang publik.

Beberapa pernyataannya, yang mungkin diniatkan sebagai gurauan, sering kali justru menyakiti atau merendahkan pihak lain. Misalnya, komentar-komentar yang secara tidak langsung menormalisasi pelecehan atau meremehkan isu-isu sensitif. Hal ini menciptakan citra yang jauh dari ideal, baik sebagai tokoh Agama maupun sebagai pejabat yang membawa nama negara.

Gus Miftah sering kali berdalih bahwa itu semua hanyalah becandaan. Tapi, apakah becandaan layak dijadikan tameng untuk menghindari tanggung jawab moral? Humor memang penting dalam kehidupan, tetapi jika digunakan tanpa empati, ia bisa berubah menjadi alat yang melukai.

Saya tidak ingin menghakimi beliau sepenuhnya, karena setiap manusia tentu memiliki kekurangan. Namun, ketika seseorang berada di posisi publik dengan tanggung jawab besar, setiap kekurangan itu memiliki dampak yang jauh lebih luas. Dalam kasus ini, candaan yang keluar dari mulut seorang tokoh besar bukan hanya sekadar kata-kata, tetapi juga pesan yang bisa memengaruhi persepsi masyarakat.

Perlu diingat, Indonesia adalah negara dengan keberagaman budaya, Agama, dan pandangan hidup yang sangat luas. Setiap ucapan yang tidak terjaga dapat berpotensi memecah belah atau memancing kegaduhan di masyarakat. Seorang tokoh Agama seperti Gus Miftah seharusnya menjadi penenang, bukan sebaliknya.

Selain itu, kita juga perlu mempertanyakan mengapa sosok seperti beliau tidak mengambil langkah tegas untuk memperbaiki cara komunikasinya. Dalam posisi sebagai utusan Presiden, beliau bukan hanya bertanggung jawab pada dirinya sendiri, tetapi juga kepada rakyat yang ia wakili. Rakyat butuh sosok yang mampu menjaga marwah jabatan dengan sikap santun dan bijaksana.

Lebih jauh, fenomena ini seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya literasi komunikasi. Tidak semua orang memahami bahwa apa yang dianggap lucu bagi sebagian orang bisa jadi menyakitkan bagi yang lain. Sebagai masyarakat, kita juga harus mulai mendesak agar figur-figur publik lebih bertanggung jawab dalam menyampaikan gagasan mereka, baik di depan media maupun di ruang-ruang publik.

Kekecewaan ini bukan semata-mata karena beliau sebagai pribadi, tetapi karena posisi yang diembannya membawa harapan banyak orang. Jika sosok seperti Gus Miftah tidak bisa menjaga ucapannya, bagaimana ia bisa membawa amanah yang jauh lebih besar?

Sebagai seorang ibu dan blogger, saya percaya bahwa kritik tidak selalu berarti kebencian. Tulisan ini adalah suara hati seorang warga biasa yang ingin melihat tokoh-tokoh bangsa menjadi contoh baik bagi kita semua. Karena di tangan mereka, tidak hanya citra pribadi, tetapi juga citra negara yang dipertaruhkan.

Semoga Gus Miftah dan tokoh-tokoh lainnya bisa memahami bahwa amanah besar harus dijalankan dengan integritas, kebijaksanaan, dan empati. Sebuah ucapan kecil bisa membawa dampak besar, baik atau buruk, tergantung siapa yang menyampaikannya dan bagaimana ia mengucapkannya.

Jadi belajar lagi, diingatkan lagi, mengenai pepatah "Adab lebih tinggi dari Ilmu". Semoga kejadian ini menjadi jalan untuk kita, terutama saya, untuk terus memperbaiki diri lagi kedepannya. Karena lisan, seringkali lebih tajam dari senjata tajam itu sendiri. Mohon ma'af lahir batin.

You Might Also Like

0 komentar

Terima kasih telah berkunjung dan berkomentar dengan baik TANPA link hidup di kolom komentar. Dan cukup pakai Url blog saja ya teman-teman di ID namanya.

Part Of Author

Part Of Author
Buku Antologi Pertama & Kedua

My Voice Over Here (BTS Dubbing)

Like us on Facebook

Subscribe