KOMUNIKASI “VERTIKAL
Segimanapun aku berkata kalau aku ini kuat, aku tidak mungkin memungkiri betapa rapuhnya aku.
Apapun itu, yang terjadi pada perjalanan hidupku, yang selalu aku yakini adalah satu, bahwa semua sudah digariskan olehNya. Termasuk apa yang setahun belakangan ini aku alami. Aku tidak bilang kalau itu sulit, tapi toh aku juga tidak cukup berani untuk bersikap “sombong” dengan bilang kalau semua mudah kuterima.
Tuhan, seberapa rapuhnya aku, Kau pasti yang pertama tahu. Bolehkah aku sedikit “protes”? aku berharap Kau menjawab “boleh”. Mmmmh.. seandainya aku berkata kalau aku tidak pernah mendapatkan “kekuatan” dari Mamaku, apakah itu cukup adil?? Atau seandainya aku merasa kalau selama ini aku cukup bisa bertahan *sendirian* walaupun tertatih, apakah itu juga adil? Karena, aku menyadari betapa banyak orang yang berada di sekitarku, tapi terkadang aku sampai di satu moment dimana aku tidak merasakan kehadiran mereka (di hatiku), dan jika aku boleh sedikit hyperbolic, aku ingin sekali mengatakan kepada semua orang bahwa rasa sakitnya cukup bisa meruntuhkan pertahananku, dan kemudian aku pun terjatuh (lagi). Tapi toh aku masih bisa tegap sendiri..
Aku terjatuh, itu sudah sering. Aku pun kemudian bangkit untuk kesekian kalinya. Tapi ketika aku terjatuh dan terjatuh lagi, aku selalu mempunyai “bahu” untukku menangis, dan terkadang meratap (satu hal yang sudah lama sekali tidak kulakukan), dan.. kemudian aku selalu mempunyai “tangan” untukku meraih dan bangkit lagi. Seharusnya kekuatanku sudah semakin bertambah karena itu. Seharusnya…
Ketika temanku bertanya, kenapa seringkali aku merasa takut untuk mencoba? Jawabanku hanya satu, karena aku takut gagal dan karena kegagalan pasti hanya akan menyebabkan kesakithatian. Padaku, pada keluargaku, pada Mamaku terutama. Dan karena disaat kegagalan itu kuterima, aku tidak mendengar Mama memberikanku kalimat semangat yang seharusnya diberikan supaya hatiku yang kecil, menjadi lebih besar lagi.
Temanku pernah memberitahuku tentang teori garam. Pernahkah kalian mendengarnya? Karena aku baru tahu tentang teori itu dari temanku kemarin-kemarin. Dia bilang, satu sendok garam yang dilarutkan kedalam segelas air, akan terasa asinnya. Tapi satu sendok garam yang dilarutkan pada satu tempat air yang sebesar telaga, asinnya tidak akan terasa. Kalau aku, masih mengira hidup ini terasa asin, itu artinya hatiku hanya seluas gelas saja. Aku pun terhenyak, dan menyadari hal itu benar adanya. Betapa susah menjadikan hati ini luas seluas telaga.
Temanku yang lain, dia menuliskan satu teori yang berbeda (diam-diam aku membaca di comment status facebook-nya dia). Tentang rezeki setiap orang yang sudah ditentukan olehNya. Dia tulis, setiap orang memang sudah ditentukan rezekinya, tapi orang tersebut akan mendapatkannya tergantung dari usaha (ikhtiar) nya masing-masing. Katakanlah dia diberikan jatah 10, dia bisa saja mendapatkan hanya 5 atau 3, atau lebih sedikit dari itu jika dia tidak sungguh-sungguh menunjukkan usahanya, atau bisa juga dia mendapatkan lebih banyak dari sekedar 5 saja jika dia bekerja keras, tapi yang pasti dia tidak akan mendapatkan lebih dari batas maksimal yaitu 10, seberapa keraspun usahanya, karena Tuhan merasa dia cukup diberikan jatah hanya 10. Meskipun kita bekerja sama kerasnya dengan teman kita, hasil yang didapatkan belum tentu sama. Dan itulah yang kadang tidak dimengerti oleh semua orang. Pertanyaannya adalah, apa aku termasuk orang yang “tidak mengerti” itu?
Hari ini, aku menemukan diri dalam kegagalan (lagi). Aku akan tetap menganggap itu satu kegagalan, bukan karena hasilnya, melainkan karena aku telah gagal untuk berusaha semaksimal mungkin, sehingga hari ini pun datang lagi. Tidak pernah mudah untukku menerima kegagalan demi kegagalan, selalu ada air mata (seperti sore ini), tapi kemudian semua terasa lebih ringan ketika aku menyadari sesuatu.
Tuhan sedang berbicara padaku. Disaat aku sibuk mencari referensi ke berbagai tempat, disaat aku lari kesana-kemari hanya untuk mencari satu pencerahan, dan disaat aku sering bertanya kepada orang-orang terdekatku tentang langkah terbaik apa yang seharusnya aku lakukan setelah ini? Disaat itu juga aku melewatkanNya, aku sering lupa untuk melakukan sesi curhat di sepertiga malamku denganNya. Marahkah Kau Tuhan? Atau Kau sengaja ber”bicara” denganku dengan kegagalan ini, hanya untuk mengingatkanku bahwasanya aku sudah sedikit “berpaling” dariMu? Sedikit airmata yang ku keluarkan disaat aku curhat padaMu, tapi untuk masalah-masalah sepele, dengan mudah airmata ini tumpah.
Hatiku masih seluas besarnya gelas, secepatnya harus kujadikan telaga. Dan usahaku untuk mencapai 10 masih belum maksimal, secepatnya harus kutempati kedudukanku diangka itu. Secepatnya, apapun hasil yang akan kudapatkan. Karena aku tahu, Kau akan selalu ber”bicara” padaku dengan caraMu yang sederhana.begitupun dengan Mama. Aku tahu Mama sangat mencintaiku dengan cinta tanpa batas. Dan Mama (pun), sebenarnya selalu memberiku kalimat penyemangat yang akan membesarkan hatiku, dengan caranya sendiri yang juga sangat sederhana.
God Work’s with the mysterious way..