Masyarakat Indonesia masih harus berjuang melawan virus mematikan, Covid-19. Di tengah Pandemi, banyak yang harus tetap dilakukan sebagai Protokol Kesehatan sebagai upaya untuk memutus mata rantai penyebaran virus tersebut.
Hingga saat ini, kita masih belum bisa benar-benar lega karena memang obat atau vaksin untuk Covid-19 ini belum ada. Karenanya, usaha dari diri kita sendiri sangat berarti, demi kebaikan bersama. Virus ini akan sangat mudah menyerang siapa saja yang imun atau daya tahan tubuhnya rendah atau rentan. Karenanya, salah satu hal yang harus kita pastikan adalah kondisi tubuh kita harus tetap terjaga.
Angka terkini Kasus Covid-19 per-21 Mei 2020 adalah 20.162 Orang, di tanggal ini merupakan rekor tertinggi karena pertambahannya mencapai 973 Orang yang positif. Tentu saja, hal tersebut menjadi acauan bagi kita bersama untuk tidak abai dan tetap patuh pada peraturan yang dibuat Pemerintah.
Siapa Saja yang Rentan Terkena Virus Corona?
Covid-19 memang sangat mematikan, corona dapat menyebabkan beberapa gejala, dari yang ringan hingga berat, bahkan dapat menyebabkan kematian bagi beberapa golongan orang yang rentan. Sekalipun, memang ada juga orang-orang yang sama sekali tidak mengalami gejala apapun, sekalipun sudah dinyatakan positif Covid-19, atau yang biasa disebut sebagai Orang Tanpa Gejala (OTG).
Ada beberapa yang sangat rentan terinfeksi virus corona, diantaranya adalah Lansia (Orang lanjut usia), Orang dengan riwayat penyakit tertentu, Tenaga medis, dan Anak-anak. Selain karena faktor imunitas yang rendah, namun juga ada kondisi dimana tenaga medis harus bersinggungan langsung dengan Pasien penderita corona dalam rentan waktu yang lama karena tugasnya sebagai garda terdepan untuk memerangi virus ini.
Salah satu anjuran dari Pemerintah sebagai langkah pencegahan virus ini semakin menyebar adalah #DiRumahAja. Dimana Masyarakat harus memindahkan semua aktivitas sehari-hari seperti bekerja, belajar, ke rumah, atau yang lebih dikenal dengan #WorkFromHome dan #StudyFromHome.
Hal tersebut tentu harus disambut baik, sekalipun tidak dapat dipungkiri bahwa aktivitas di dalam rumah menjadi lebih tinggi dari biasanya, terutama di siang hari.
Apakah benar para Perokok juga rentan terinfeksi virus Corona?
Faktanya, perokok beresiko terkena covid-19 lebih berat dibandingkan mereka yang bukan Perokok. Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebabnya, seperti :
- Imunitas yang mudah turun akibat rokok, dan hal tersebut menyebabkan tubuh kesulitan untuk melawan virus dan bakteri.
- Adanya penyakit penyerta,seperti diabetes, hipertensi, dll., yang rata-rata diawali dengan kebiasaan merokok secara aktif maupun pasif.
- Perokok memiliki resiko yang lebih tinggi dari penyebaran melalui kontak antara tangan ke mulut, dan berlanjut ke pernapasan. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya penularan, terutama jika Perokok tidak rajin mencuci tangan.
- Dll.
Duh, gimana dong kalau mau gak mau harus #DiRumahAja selama Pandemi ini bersama anggota Keluarga yang Perokok? Hemm, dilema ya jadinya.
Perokok dengan segala Alasannya, Haruskah Kita Memaklumi?
Bapak dan Adik saya adalah salah dua Perokok Aktif di Dunia ini, sudah tidak terhitung berapa kali saya debat dengan mereka mengenai rokok dan bahayanya. Juga tentang betapa terganggunya Orang-orang di Sekitar mereka yang sama sekali bukan Perokok tapi harus menanggung resiko akibat asap rokok yang mereka sebabkan.Dulu saat saya masih Kuliah, saat ego saya masih susah diredam, saat saya masih berjibaku dengan idealisme dan prinsip tentang rokok, sepertinya saya sudah seperti Anak "Durhaka" saja yang membangkang ke Bapak sendiri. Namun, semakin lama saya semakin menyadari bahwa cara untuk mengedukasi itu tidaklah harus dengan ngotot dan adu argumen, harus pelan-pelan dan penuh kesabaran.
Para Perokok yang dihimbau untuk berhenti atau setidaknya mengurangi aktivitas merokoknya, perlu proses untuk mencerna, hingga timbul kesadaran mereka sendiri akan bahaya dari asap rokok, baginya dan orang di sekitarnya. Mungkin berbeda kasusnya dengan Perokok aktif yang sudah mempunyai kesadaran dan niat yang kuat untuk berhenti, seberapa susah prosesnya, akan dia jalani, karena dia tahu plus minusnya.
Bertahun-tahun berlalu, karena saya juga mempunyai alergi yang salah satu alergennya adalah asap rokok, Bapak saya kemudian mulai mengurangi "porsi" merokoknya, begitupun Adik saya yang saat ini sudah menikah dan dikaruniai dua orang Putri. Dalam seminggu, tidak pernah lebih dari beberapa batang, tidak pernah mencapai satu bungkus lagi.
Bagi saya, hal tersebut adalah sesuatu yang membanggakan, dan patut diapresiasi. Tidak perlu menunggu sakit dan membuat orang lain sakit dulu baru berhenti merokok, kalau bisa sekarang, mengapa harus nanti? walaupun memang tidak ada hak untuk saya dan siapapun memaksakan kehendak bagi yang masih sangat mencintai rokok dengan segala "kenikmatan"nya.
Ingatan saya melayang ke tahun 2006-2007, saat saya harus merelakan kepergian salah satu Sahabat saya kala itu, karena Kanker Otak yang dideritanya. Dokter bilang, salah satu penyebabnya adalah karena kebiasaan merokoknya. Betapa dahsyat Kanker itu menggerogoti kesehatan Sahabat saya ini, meskipun sudah dilakukan operasi, dan saya masih berkesempatan menemani di akhir hidupnya, tetap saja ada rasa kaget luar biasa saat dia harus berpulang. Tepat beberapa minggu sebelum kepergiannya, saya dan teman-teman yang lain sudah cukup lega karena Sahabat kami tersebut bisa bertahan setelah operasi, ingatannya yang sempat hilang pun berangsur kembali. Dan kondisinya hampir stabil walau memang tidak senormal biasanya dari segi penglihatan dan cara komunikasi yang sudah berbeda dari sebelum Operasi.
Itu salah satu kehilangan terbesar saya, yang semakin menguatkan saya betapa "jahat"nya dampak dari racun-racun yang terkandung dalam sebatang rokok. Tak terbayangkan, jika harus menghirup asapnya yang berasal dari sekian batang atau bahkan sebungkus rokok.
Sekali lagi, bukan Perokoknya yang salah, namun Karakternya yang acapkali kurang peka dan peduli akan lingkungan sekitar. Merokok di sembarang tempat, bahkan saat disana ada Anak kecil, Lansia, Ibu Hamil, dan lainnya yang rentan akan asap rokok, masih menjadi kebiasaan sebagian besar Perokok Aktif. Dan itu yang harus diperbaiki. Itu yang tidak boleh dimaklumi.
Dilema Di Rumah Aja bersama Perokok selama Pandemi Covid-19
Berbicara tentang Dilema, pas sekali dengan tema Siaran Ruang Publik di Radio KBR, 20 Mei 2020 kemarin, yaitu “Rumah, Asap Rokok, dan Ancaman Covid-19”. Hadir dr. Frans Abednego Barus, Sp.P (dokter Spesialis Paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia), dan Nina Samidi (Manajer Komunikasi Komnas Pengendalian Tembakau) sebagai dua Pembicara. Dan seperti biasa, acara tersebut dipandu oleh Don Brady. Acaranya berlangsung juga di Channel Youtube Berita KBR secara Live, dengan durasi sekitar 1 jam yang seru sekali karena adanya interaksi dari Penonton yang memberikan Pertanyaan.
Bahasannya menarik karena sesuai dengan apa yang saat ini dialami atau dijalankan banyak orang di rumah masing-masing, termasuk saya. Anjuran Pemerintah mengenai #diRumahAja menjadikan Rumah sebagai pusat aktivitas hampir seluruh anggota Keluarga.
Suami yang biasanya bekerja di Kantor, kali ini harus bekerja di rumah, walaupun sesekali tetap harus ke Kantor berhubungan dengan Pekerjaan di Dunia Perbankan yang harus tetap berjalan. Saya yang biasanya selalu ada jadwal liputan pun harus lebih banyak bekerja di rumah, pun Anak Pertama kami yang harus “Study from Home” sesuai dengan kebijakan Sekolahnya.
The new normal yang awalnya membuat kerepotan, lama-lama malah makin bisa dinikmati. Walaupuuun tidak dapat dipungkiri bahwa ada resiko lain yang mengintai Kami, terutama bagi yang mereka yang salah satu anggota Keluarganya merupakan Perokok aktif.
Anjuran untuk menggunakan masker di luar rumah saja masih banyak yang mengabaikan, banyak yang beralasan selain ketiadaan dari maskernya itu sendiri, namun juga ada yang malas karena merasa tidak nyaman (engap) saat memakain masker. Lalu apakah kedepannya akan ada anjuran untuk menggunakan masker di dalam rumah terutama yang di rumahnya ada Perokok aktif? sepertinya itu akan semakin memberatkan Masyarakat.
Adanya Perokok aktif di dalam rumah, akan menimbulkan polusi yang lebih tinggi, selaras dengan resiko yang sama tingginya, terutama di masa Pandemi Covid-19 ini. Walaupun di rumah saya tidak ada anggota Keluarga yang merokok aktif, namun kekhawatiran kami tetap ada, karena justru resiko bagi Para Perokok pasif juga tidak kalah tinggi.
Sesuai dengan pemaparan dr. Frans bahwa,”stay at home adalah cara yang paling baik untuk memutus rantai penularan covid-19, tapi bukan sampai 0% hanya mendekati”.
Menurut dr. Frans, yang dikhawatirkan adalah adanya Perokok aktif yang mengabaikan instruksi untuk merokok di luar ruangan. Perokok aktif sendiri mempunyai resiko yang beragam seperti yang saya jabarkan di atas, yang utamanya adalah mereka beresiko mempunyai penyakit penyerta (yang diakibatkan kebiasaan merokok), dan tentunya hal tersebut juga akan meningkatkan resiko terkena covid-19.
Berbicara mengenai Hak Asasi, dr. Frans menganggap bahwa sudah menjadi Hak-nya para Perokok aktif untuk mendapatkan resiko-resiko negative tersebut, tapi yang dikhawatirkan adalah jika kebiasaannya merokok justru dapat merugikan orang-orang di sekitarnya, dalam hal ini adalah anggota keluarga lain yang tinggal di rumah yang sama dengannya, yang sudah menjadi Perokok pasif.
Hal lain yang harus diperhatikan adalah adanya “third handed” seperti baju, sofa, gorden, dan lainnya yang bisa memberikan dampak bagi polusi, juga dapat berdampak terhadap masuknya kandungan berbahaya ke dalam paru orang lain.
Residu Asap Rokok dapat menempel ke berbagai benda di dalam rumah. (Pic Source : Pixabay) |
Dr. Frans sangat menyayangkan dengan karakter para perokok yang acapkali mengabaikan aturan sehingga terkesan egois atau hanya mementingkan kepentingan sendiri. Banyak Perokok aktif yang berpikir bahwa dengan atau tanpa merokok, kematian itu akan tetap datang. Bahkan, ada yang menganggap bahwa orang dengan pola hidup sehat pun bisa meninggal secara tiba-tiba padahal sebelumnya tidak ada riwayat penyakit serius apapun.
Duh, saya juga sampai gemees kalau dengar ada yang berpendapat seperti itu.
Sedikit flashback ke masa-masa SMA hingga saya Kuliah, saya sempat aktif di Garut untuk campaign mengenai kebijakan Perokok. Saya merapat ke Balai Paru Masyarakat yang ada di Kota Kelahiran saya yaitu Garut untuk bersama menggalakkan anti tembakau terutama untuk aktivitas merokok yang dilakukan di ruang publik, dan membuat banyak warga sekitar turut menghirup asap rokok yang bukan berasal dari mereka sendiri.
Perjuangannya luar biasa, apalagi saat itu saya masih aktif siaran di salah satu Radio Garut, dan gencar menyuarakan campaign yang berhubungan dengan rokok, saya sadar bahwa beberapa teman saya tidak nyaman berdekatan dengan saya saat itu, mereka jengah karena seringkali mendapat “Ceramah” mengenai rokok sementara mereka adalah Perokok aktif.
Cukup disayangkan memang, disaat besar harapan saya supaya tidak banyak lagi orang yang “kena getahnya” dari kebiasaan jelek orang lain. Itu selalu sukses bikin gemes sih, hihi. Saya sendiri sangat menghargai jika ada Perokok aktif yang dengan kesadarannya sendiri, mau tetap peduli dan menjaga lingkungan sekitar, dengan tidak merokok di ruang terbuka, terutama yang disekitarnya ada Lansia, Anak-Anak, Ibu Hamil, dsb. Yang sekiranya sangat rentan jika terpapar polusi asap rokok.
Sependapat dengan dr. Frans, bahwa sudah merupakan hak Para Perokok untuk merokok, tapi menjadi Hak kita juga sebagai yang tidak merokok, untuk tidak menambah resiko sakit dengan meracuni paru-paru yang diakibatkan menghirup asap rokok orang lain.
Harus ada kesadaran dari untuk memastikan kondisi rumah tetap aman termasuk dari bahaya asap rokok, selama masa Pandemi yang mengharuskan semua aktivitas berjalan dari rumah saja. Alih-alih terhindari dari Virus Corona, takutnya malah terkena penyakit paru yang diakibatkan asap rokok, kan ngeri ya.
Dan yang lebih mengkhawatirkannya lagi adalah fakta dimana Para Perokok aktif (terutama dengan penyakit yang menyertainya) yang positif covid-19, lebih rentan kritis dan bahkan sulit diselamatkan.
“setiap asap rokok yang dihirup, masuk ke dalam paru, itu akan merusak saluran napas yang memiliki daya tahan mekanik dan kimia. Perokok lebih rentan karena Perokok tidak memiliki rambut-rambut halus (Silia) dalam rongga hidung yang berfungsi untuk menyaring kotoran yang masuk ke saluran pernapasan, karena sudah gundul, sehingga pertahanan mekaniknya tidak ada”.
Apakah Kesadaran Masyarakat Indonesia Sangat Minim Akan Bahaya Asap Rokok?
Kondisi yang terjadi di tengah Masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih cuek dengan adanya asap rokok di dalam rumah, terutama di masa Pandemi seperti ini, menimbulkan pertanyaan, “apa mereka tidak sadar akan bahayanya?”
Menurut Mba Nina Samidi, “sebenarnya kesadaran (Masyarakat) sudah ada, sebagaian Masyarakat sudah tahu buruknya bahaya rokok. Tapi memang perlu didorong dengan adanya peraturan. Kalau kebijakan kita masih belum tegas pada kawasan tanpa rokok, akhirnya kesadaran itu akan luntur. Wajar Masyarakat menjadi longgar untuk menerapkan kedisiplinan kepada diiri sendiri. Itu mengapa kawasan tanpa rokok yang (harus) diterapkan di dalam rumah harus menjadi bagian dari kebijakan, sehingga masyarakat mendapatkan dorongan”.
Saya juga sependapat dengan Mba Nina, kita gak akan cukup tenaga untuk campaign kesana kemari dan berharap Masyarakat Indonesia lebih peduli akan bahaya asap rokok bagi kesehatan, disaat Pemerintahnya sendiri tidak menerapkan kebijakan secara tegas untuk #PutusinAja asap rokok terutama di dalam rumah, kalau perlu ada sanksi yang diberlakukan, supaya (kebijakan tersebut) benar-benar di terapkan di rumah masing-masing.
Vape, rokok elektrik (source : pixabay) |
Apalagi jika mengingat masih banyak Masyarakat yang belum mendapatkan sosialisasi sama sekali mengenai ancaman bahaya asap rokok. Padahal itu menjadi salah satu hal yang wajib dilakukan di masa pandemi ini.
Selain Rokok biasa, rokok elektrik seperti Vape juga sama berbahayanya bagi kesehatan karena tidak hanya mengandung nikotin tapi juga kandungan lainnya yang terdapat di dalam cairan (liquid) vape tersebut. Jadi, tidak disarankan bagi yang ingin berhenti merokok biasa dengan cara beralih ke rokok elektrik.
Pentingnya Kerjasama dari Pemerintah, dan Masyarakat untuk Meraih Generasi Emas 2045
Sosialisasi secara internal dalam ring 1 sebuah Keluarga juga sangat penting menurut saya, terutama karena saat ini saya sudah menjadi Ibu dari 2 Putra yang kelak akan tumbuh dewasa, Amiin. Saya dan Suami tentunya akan memberikan pengarahan sendiri mengenai rokok ini, bagaimana dampak negatifnya, dan apa saja yang harus dilakukan untuk mencegah mereka menjadi Perokok karena tidak menutup kemungkinan mereka akan masuk ke lingkungan yang terbiasa dengan adanya rokok.
Pengendalian diri sangat penting untuk mencegah kita menjadi seorang Pecandu Rokok, karena sekali kita terjebak dan merasakan kenikmatan semu dari racun yang ada di dalam rokok, makin susah untuk menghentikannya, terutama jika tidak ada motivasi yang kuat.
Dan kembali lagi, Pemerintah dan Politisi sudah saatnya #PutusinAja mengenai kebijakan pengendalian tembakau secara tegas. Dan kita sebagai Masyarakat pun harus senantiasa #PutusinAja ketergantungan terhadap rokok di sekitar kita, menjaga diri dari bahaya asapnya. Dengan dua kebijakan yang diberlakukan secara selaras beriringan, saya optimis angka prevalensi perokok, terutama perokok Anak akan menurun, dan semakin terbuka juga kesempatan bagi kita semua meraih target Generasi Emas 2045.
Indonesia Bisa!
Stay safe and healthy everyone!
"Saya sudah berbagi pengalaman pribadi untuk #putusinaja hubungan dengan rokok atau dorongan kepada pemerintah untuk #putusinaja kebijakan pengendalian tembakau yang ketat. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog serial #putusinaja yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Indonesian Social Blogpreneur ISB. Syaratnya, bisa Anda lihat di sini "
*Referensi :
- https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4995290/4-alasan-perokok-rentan-alami-kondisi-fatal-virus-corona
- https://www.sehatq.com/artikel/siapa-saja-orang-yang-rentan-terinfeksi-virus-corona
- Pengalaman Pribadi
**Pic Source : Pixabay