Tentang Do'a Yang Jahat
Monday, May 21, 2018Di #MyRandomStories kali ini saya ingin bahas hal yang biasanya enggan saya bahas apalagi ditulis di Blog, anggap aja curhat ya manteman, kayak pengen "buang sampah" aja sih sebenarnya biar plong dan lega di hati. Suatu saat tulisan ini akan saya baca dan baca lagi untuk jadi pembelajaran, setidaknya untuk saya sendiri.
Ini tentang.. mereka yang dulu pernah menyakiti hati saya dan hati Orangtua saya terutama Mama.
Ini tentang.. mereka yang mungkin saja gak sadar bahwa ada ucapan atau perlakuan mereka yang sudah menyentuh titik atau batas yang tidak pantas. Ya karena sepertinya mereka merasa itu pantas dan wajar-wajar aja.
Ini tentang.. mereka yang datang tiba-tiba lalu membuat luka di hati kami, lalu pergi gitu aja, dan gak sadar kalau sudah meninggalkan luka itu, kemudian lupa, sepi, senyap, untuk nanti menabur garam saat mereka datang lagi. Siklusnya seperti itu.
Ini tentang.. mereka yang entah mengapa, entah pikirannya seperti apa, tapi sepertinya di mata mereka, kami ini hanya sampah, gak layak untuk dijadikan orang dekat, karena siapalah kami gak bisa juga dibanggakan. Yang saat kami punya sedikit aja rezeki, sepertinya saat itu juga mereka bisa compare dengan apa yang mereka punya, lalu menegaskan bahwa apa yang kami punya itu, nothing jika dibandingkan dengan apa yang mereka punya.
Ini tentang.. mereka yang mengisi memori masa kecil saya dengan melihat duka di mata Mama saya, lalu kemudian saya merasakan sakit yang susah diungkapkan, lalu saya marah tapi bingung meluapkannya, kemudian batin saya hanya bisa turut menanggung duka, dan semua menumpuk hingga menjadi dendam, yang saya sendiri pun saat itu gak tahu dendam itu harus saya apakan.
Oh..
Ini juga tentang.. mereka.. orang-orang yang harusnya bisa saya sebut "teman" tapi terlalu berat untuk hati saya menyebut mereka seperti itu, karena teman tidak akan menyakiti sebegitu dalamnya, hingga bekasnya tidak pernah hilang sebagaimanapun saya berusaha. Yang membuat saya hanya ingin melakukan satu hal, menjauh dan menghilangkan mereka di hidup saya, di hati dan di ingatan saya. Sayangnya, hingga saat ini mereka masih setia ada di ingatan saya.
Ini juga tentang.. saya yang hanyalah manusia biasa yang akhirnya, karena akumulasi rasa sakit itu, saya hanya mampu mendo'akan mereka. Sayangnya bukan do'a yang baik, namun sebaliknya.
Ya.. Katakan saya jahat dan sebagainya. Kenyataannya memang saat itu, saya menghadiahi setiap orang yang telah tertawa setelah menyakiti saya, bertindak seenaknya, mempermalukan saya di depan umum, menghina keluarga saya. Sebutlah macam-macam bully, sepertinya sebagian besarnya sudah pernah saya alami. Dan untuk setiap kesedihan, luka fisik dan (terutama) psikis, saya membalasnya dengan diam, air mata, dan do'a semoga mereka mendapatkan balasan untuk semua itu, saya juga berdo'a supaya diberikan usia untuk menyaksikannya.
Time flies..
Setelah saya jauh dari Garut, sejarah-sejarah baru pun tercipta, dan sejarah lama sebagian besar terlupakan, namun tetap ada bagian-bagian yang terus menghantui. Rasa marah dan dendam, sangat mengganggu saya. Saya selalu merasa ada yang salah, saat saya harusnya bahagia dengan apa yang saya miliki dan dengan keberadaan orang-orang di sekitar, saya masih sempat merasakan duka.
Hingga satu waktu seseorang mengingatkan saya untuk segera melepaskan semua beban itu, marah dan dendam tiada guna, hanya akan menjadi penyakit hati yang semakin lama akan menggerogoti jiwa. Sia-sia semua bahagia yang diraih karena akan tercoreng moreng dengan busuknya hati.
Sisi gelap saya terus berteriak, "tapi mereka jahat, mereka jahat, jahat". Saya jadi gak bahagia karena kemarahan yang saya bawa kemana-mana.
Saya yakin Tuhan sudah menyiapkan setiap episode untuk saya lewati. Termasuk episode dimana saya, satu persatu mendapatkan jawab dari do'a-do'a saya terdahulu.
Satu-persatu, dengan cara berbeda, saya mendapati kemalangan demi kemalangan yang terjadi kepada mereka, orang-orang itu, wajah-wajah itu, yang dulu menyakiti dan merendahkan saya dan Keluarga sebegitunya. Mereka, yang kini merasakan duka mendalam atas takdir hidupnya.
Kemalangan-kemalangan yang harusnya, idealnya, membuat saya merasa senang, dan merasa bahwa inilah keadilan di dunia. Inilah yang seharusnya terjadi. Hari yang dinanti, saatnya untuk dinikmati.
NAMUN SAYANGNYA TIDAK.
Mengapa, hati saya tidak bahagia? Do'a-do'a yang bisa saya anggap terjawab itu toh tidak membuat saya lega bahagia, tetap ada sakit yang hanya saya yang rasa. Mengapa?
Beberapa tahun ini, sebenarnya sebagian nama dari "mereka" telah saya lupakan. Saya terlalu sibuk dengan kehidupan baru saya, hari saya terlalu sempit untuk saya mengingat mereka. Bagus kan? saya jadi gak ingat lagi akan rasa sakit itu.
Tapi, takdir memberikan saya potongan-potongan ingatan yang sejujurnya saya enggan menerimanya. Caranya macam-macam, tapi seringkali, saya kembali "dipertemukan" di media sosial. Karena keseharian saya memang gak jauh-jauh dari sosmed yang jadi salah satu sumber mata pencaharian saya.
Tiba-tiba, tag atau mention dari beberapa teman membawa dan menyeret saya ke masa lalu, melalui foto, yang disana terdapat wajah-wajah yang sudah asing di mata saya, tapi setiap kali saya melihat wajah-wajah di foto itu, hati saya sakit. Kekuatan jari membawa saya dari satu akun ke akun yang lain hingga akhirnya saya menyadari siapa saja mereka, apa saja yang telah mereka perbuat di masa lalu.
Marah itu datang lagi, benci itu terasa lagi. Untuk kesekian kalinya saya hanya bisa bercerita ke partner hidup saya, suami tercinta. Dan untuk kesekian kalinya juga dia mengarahkan saya untuk "melepaskan, mengikhlaskan, mema'afkan".
Disaat saya berteriak dalam hati, "gak bisa!". Disaat yang sama saya menemukan potongan kisah orang-orang itu yang saat ini sama mempunyai kehidupan barunya masing-masing. Kami bukan lagi anak sekolahan, kami telah bertumbuh dan bertambah usia, seragam abu putih itu hanya masa lalu. Bertahun-tahun lalu yang terasa seperti kemarin.
Kisah mereka yang saya dalami satu persatu, dan kagetnya saya saat saya mengetahui kemalangan apa saja yang mereka alami, kehilangan seperti apa saja yang mereka hadapi. Hal-hal yang kalau saya yang mengalami, mungkin saya gak akan kuat bertahan.
Saya berpikir seketika, "sakitkah mereka? sedihkah mereka? dan haruskah saya ikut berduka?".
Pun dengan mereka yang telah memberikan luka di hati Mama saya, satu persatu mengalami kemalangan yang luar biasa. Hancurnya hati mereka yang akhirnya membawa ke liang lahatnya masing-masing, sangat berbanding terbalik dengan congkak dan angkuhnya mereka di masa lalu.
Astaghfirullah.. Ya Rabb.. apa ini?
Teguran untuk Hamba kah?
Harusnya saat ini saya bahagia atas itu semua, tapi tidak.
Harusnya saat ini saya tertawa tapi gak bisa.
Harusnya saat ini saya meyakini, "akhirnya ini jawaban atas kesakitan saat itu", tapi jiwa saya berontak.
Itu.. hal itu.. bukanlah saya. Saya berharap saya tidak sejahat dan sepicik itu. Saya berharap saya tidak seperti mereka di masa lalu. Saya berharap hati saya masih akan terbuka untuk mema'afkan dengan penuh keikhlasan. Karena setiap pedih yang kita rasa, adalah jalan untuk kita meraih bahagia.
Bukankah hidup ini berputar, bukankah sedih itu adalah gerbang menuju bahagia?
Dan bukankah kebahagiaan itu adalah ujian?
Masya Allah, Rabb.. terima kasih untuk teguran-teguran ini. Ingatkan Hamba selalu untuk senantiasa memperbaiki diri terutama akhlak. Ingatkan hamba untuk senantiasa berdo'a yang baik, dan bukan do'a jahat. Hati ini tidak mati, tidak akan dibiarkan mati.
Hati ini adalah lautan dan Samudera ma'af, hingga akhir nanti.
Insya Allah..
3 komentar
Bener juga ungkapan yang bilang forgiven but not forgotten ya mba Han.. Orang yang sudah menancap rasa sakit di hati gak akan bisa terlupakan.. Tapi betul banget yang dibilang suami mba, harus bisa lepaskan dan ikhlaskan.. Pasti rasanya sulit ya, tapi insya Allah bisa ya Mba.. Ini juga jadi pengingat buat aku.. :) Trims udah berbagi dan nulis ini ya Mba Hani.. :)
ReplyDeleteAku pernah merasakan dendam membara dan ternyata dendam itu justru memberi ruang buat kita merasakan sakit yang berlipat. Ikhlas walau pahit tapi itu obat dari luka, Insaallah
ReplyDeletetau rasanya Han... pernah ngalamin juga, dan akhirnya, setelah sekian lama, bisa berdamai dng masa lalu bahkan bisa ngobrol tanpa beban dng org2 yg dulu sempet gw doain macem2, itu rasanya relieveee...banget.
ReplyDeleteTerima kasih telah berkunjung dan berkomentar dengan baik TANPA link hidup di kolom komentar. Dan cukup pakai Url blog saja ya teman-teman di ID namanya.